Dalam suatu percobaan yang terkenal “Marshmallow Test”, beberapa anak diuji dengan diberikan sebuah Marshmallow, dengan suatu ketentuan, jika si anak dapat menunggu selama 15 menit tanpa memakan Marshmallow nya, dia akan mendapatkan hadiah satu Marhmallow lagi.
Ini percobaan yang sangat bagus dalam memberikan ilustrasi bagaimana seorang anak mengendalikan diri nya, sang anak dihadapkan pada dua pilihan, segera melahap Marshmallow yang disajikan, atau menahan diri beberapa saat untuk mengharapkan kenikmatan lebih di masa depan (dalam case ini masa depannya hanya 15 menit lagi, he2x)
Sangat menarik, menyaksikan reaksi anak anak dalam percobaan tersebut, mereka ditempatkan pada suatu ruangan tertutup, sendirian, dengan Marshmallow yang menggoda dihadapannya, dan dengan suatu kamera tersembunyi untuk mengamati perilaku mereka.
Ada yang memegang megang Marshmallow nya, ada yang berupaya mengalihkan perhatian dengan memalingkan muka, tidak mau melihat Marshmallow didepannya, ada yang mencoba mencicipi sedikit, bahkan ada anak yang menangis dalam upaya menahan godaan, dan tentu saja ada pula beberapa anak yang langsung menyantap Marshmallow yang yummy itu, tanpa peduli hadiah yang menanti di depan.
(Marshmallow Test ini dapat disaksikan di youtube, salah satu nya yang dipublikasikan oleh IgniterMedia, silahkan klik disini )
Test ini memiliki arti yang mendalam, banyak studi yang mempelajari hubungan antara kemampuan pengendalian diri (self control) anak, dengan kesuksesan mereka di masa dewasanya. Salah satunya studi Dunedin, yang menemukan bahwa Keterampilan pengendalian diri anak-anak – seperti ketekunan dan disiplin diri, dapat memprediksi kesehatan, kekayaan dan catatan kriminal mereka di kemudian hari, terlepas dari faktor IQ dan latar belakang sosial mereka.
Sebuah tim internasional yang dipimpin oleh Profesor Avshalom Caspi dan Terrie Moffitt, keduanya dari Duke University dan King’s College London, dan Profesor Richie Poulton dari Universitas Otago melakukan penelitian tersebut, yang memberikan bukti kuat pertama bahwa pengendalian diri masa kecil memang mempengaruhi hasil pada masa dewasa
Tim tersebut meneliti lebih dari 1.000 orang yang lahir di Dunedin antara 1972-1973, selama dekade pertama kehidupan mereka dan kemudian memeriksa profil kesehatan, kekayaan dan catatan kriminal mereka pada usia 32 tahun.
Hasilnya cukup mengejutkan, anak anak yang pada saat berusia tiga tahun, memiliki skor pengendalian diri lebih rendah, ternyata lebih berpeluang untuk memilki masa dewasa yang lebih buruk, antara lain meliputi :
-
- Profil kesehatan yang buruk (termasuk fungsi paru-paru yang buruk, infeksi menular seksual, obesitas, tekanan darah tinggi, kolesterol jahat, penyakit gigi)
-
- Ketergantungan obat (termasuk tembakau, alkohol, ganja)
-
- Kesulitan dengan perencanaan keuangan (termasuk kebiasaan menabung, kepemilikan rumah, investasi, rencana pensiun)
-
- Kesulitan dengan manajemen kredit dan uang (termasuk kebangkrutan, masalah kartu kredit, hidup dalam lilitan hutang)
-
- Memiliki catatan kriminal.
Lebih detail mengenai studi ini,dapat dibaca di situs dunedinstudy, silahkan klik disini.
Pilihan antara Kenikmatan Instant Vs (Harapan Akan) Kenikmatan di Masa Depan
Jika kita renungkan, hidup ini dipenuhi pilihan, dari bangun tidur sampai kita tidur lagi, dari hal yang remeh temeh seperti memilih menu sarapan atau memilih aktivitas untuk mengisi waktu luang, sampai hal yang complicated, seperti memilih jodoh atau menentukan prioritas dalam menggunakan gaji setiap bulannya.
Dan dalam setiap pilihan dalam hidup tersebut, kita seolah dihadapkan pada semacam marshmallow test dalam berbagai varian dan tingkatannya. Kita sering dihadapkan pada pilihan antara kenikmatan instant yang bisa segera dirasakan, atau menunda kenikmatan tersebut untuk suatu kenikmatan yang lebih besar dimasa depan, yang dilala-nya seringkali penuh ketidakpastian..
Memilih menu makan dan minum, misalnya , kita sering dihadapkan di antara pilihan nikmat dan menggugah selera seperti burger, donat, gorengan, keripik kentang, teh manis, minuman soda yang katanya (cuma katanya lho….) kurang sehat dan bikin perut melebar… atau pilihan makanan yang hambar dan membosankan seperti ubi rebus, salad, sayur sayuran, oatmeal, plus teh pahit, yang berpotensi lebih baik untuk kesehatan kita di masa depan.. (ayo pilih mana ayoooo…? yang jujur ya , he2x)
Hormon kesenangan (dopamin dan endorfin) dalam tubuh kita, selalu mendorong dan menagih agar kita memilih makanan dan atau aktifitas yang nikmat dan menyenangkan..
Orang yang level pengendalian diri nya rendah, seperti dalam penelitian diatas, lebih berpeluang memiliki profil kesehatan yang buruk, karena dalam setiap pilihan yang terkait kesehatan, cendrung lebih memilih godaan akan kenikmatan instant, dibanding harus bersusah payah menahan diri untuk suatu hasil yang (mungkin) lebih baik di masa depan.
Dalam case yang lebih ekstrem, mereka bahkan tidak dapat menahan godaan kenikmatan sesaat yang lebih besar, misalnya terjebak pada candu narkoba, atau dalam level yang lebih moderat, terjebak pada candu tembakau..
Orang yang terjebak candu rokok misalnya, lebih memilih kenikmatan instant yang bisa dirasakan segera, dibandingkan (peluang) kenikmatan kesehatan yang lebih baik di masa depan.
Dan mereka punya kalimat sakti untuk itu — terlepas dari ratusan penelitian, fakta ilmiah atau bukti medis apapun (yang bahkan untuk membacanya pun mereka tidak mau) –
“kenyataan” bahwa
“Adjie Massaid tidak merokok , meninggal usia 43 tahun ; sementara Deng Xiaoping merokok bisa hidup sampai 94 tahun..! ”
Sudah cukup mematahkan semua argumen yang tidak bersahabat dengan rokok lainnya, he2x, … udah deh kalo kayak gitu case closed..! (maaf ya buat yang merokok., no offense.. peace.. )
Beralih ke dalam hal me-manage penghasilan, kita juga dihadapkan pada pilihan yang lebih sulit, godaan kenikmatan instant untuk menghabiskan penghasilan pada gaya hidup hedon, apalagi di zaman sekarang ini, harus diakui sangat sulit untuk dikendalikan.
Sambil berintrospeksi diri, dan tanpa bermaksud membanding bandingkan, kita dapat menoleh ke sekeliling kita, dan menyaksikan contoh nyata (note : menyaksikan-nya di dalam hati aja ya, bukan buat bahan memvonis seseorang lebih baik atau lebih buruk dari kita, he2x).., betapa ada sahabat sahabat kita yang lebih berhasil menahan godaan kenikmatan gaya hidup hedon tersebut, dan lebih memilih menginvestasikan sebagian penghasilan nya untuk rumah, tanah, atau bisnis yang menghasilkan lainnya, dan tentu ada pula yang lebih memilih berfoya foya, pindah dari satu café ke café lainnya, liburan dari satu kota ke kota lainnya, berburu gadget terbaru, memakai jam tangan atau tas ber merk terkenal, dan pada akhirnya, sebagian diantara nya terjebak pada hutang kartu kredit, dan nyaris tidak pernah punya tabungan.
(kalo saya sih inginnya punya gaya hidup seperti yang disebut terakhir, tapi punya investasi kayak teman yang disebut pertama, yah gak mungkin lah yau… he2x)
Dalam hal pilihan aktifitas dalam menghabiskan waktu luang, misalnya, kita juga dihadapkan pada beragam pilihan ala marshmallow test, mencari kenikmatan instant, yang sering kali kurang produktif – misalnya bobo siang, atau nge-gosip- , atau mengerjakan sesuatu yang kurang nikmat, tapi akan kita rasakan manfaatnya dalam jangka panjang, misalnya membaca untuk menambah wawasan atau belajar suatu keterampilan baru…. ( Ih garing banget yah…)
Dalam hal ini, untuk introspeksi dan pembelajaran, saya pernah gagal….. ketika di masa muda diberi pilihan untuk kursus Bahasa Inggris atau menghabiskan waktu luang bersenang senang bermain dengan teman teman (yang tentu saja lebih nikmat dibandingkan menguras otak di tempat kursus yang membosankan), saya memilih yang kedua, akibatnya dirasakan sekarang, ketika teman teman yang lain sudah cas cis cus berbahasa inggris dengan faseh nya, saya masih harus berjuang belajar dan belajar lagi, he2x..
Dan saya merasa bertanggungjawab tentunya, agar kesalahan tersebut tidak perlu diulangi oleh anak anak saya..
Yang lebih penting, karena menurut penelitian tersebut diatas, bahwa kemampuan pengendalian diri (self control) pada anak, akan sangat berpengaruh dalam kesuksesan pada berbagai aspek kehidupan di masa dewasa nya, menjadi sangat penting untuk mengajarkan dan melatih mereka untuk mengendalikan diri, menahan kenikmatan instant untuk hasil yang lebih baik di masa depan
Contoh yang paling sederhana adalah mengajarkan anak untuk menabung, berikan celengan fisik, berikan uang saku harian atau mingguan, lalu latih mereka menyisihkan uang saku nya dalam celengan tersebut, ini akan membiasakan anak untuk mengendalikan godaan kenikmatan sesaat (untuk membeli es krim sekarang misalnya) dan menukarnya dengan kenikmatan yang lebih besar, (misalnya untuk membeli mainan yang lebih bernilai), saat celengan sudah penuh..
(tapi yah kadang gagal juga sih, namanya juga anak, nabung ya nabung, beli es krim nya tetep, .. pake uang Abi…, ha3x)..
Mengendalikan Hawa Nafsu
Balik lagi ke pengendalian diri atau self control tadi, dalam perspektif agama, hal ini kita kenal dengan mengendalikan hawa nafsu.
Hawa nafsu adalah fitrah manusia, bagian integral dalam setiap diri kita, kita tidak diminta untuk mematikan hawa nafsu, akan tetapi mengendalikannya sesuai tuntunan agama.
Ditinjau dari kacamata agama, mengendalikan hawa nafsu ini menjadi tantangan tersendiri, karena reward dan punishment nya barada dalam tataran konsep dan keyakinan.
Apakah kita memilih suatu kenikmatan instant yang dikategorikan agama sebagai “maksiat” (misalnya zina, judi, atau mabuk mabukan) atau memilih untuk menghindari nya dengan suatu keyakinan bahwa hal tersebut dilarang agama dan atau harapan akan kenikmatan yang lebih besar (surga) dikemudian hari..
Yah kalau contoh nya dosa dosa besar kayak diatas mungkin kita masih lebih mudah untuk berkata “tidak” , tetapi sungguh dalam kehidupan keseharian, kita dihadapkan pada berbagai pilihan kenikmatan instant yang sudah pasti didepan mata versus (keyakinan akan) kenikmatan masa depan yang di janjikan Allah SWT,
Misalnya pilihan antara melahap makanan subyhat (yang kurang jelas halal atau haramnya) yang ada didepan mata atau meninggalkan nya dengan perut keroncongan, atau pilihan untuk menerima ucapan terimakasih dari vendor ditempat kerja dengan embel embel “ini bukan sogokan lho Pak, hanya sekedar ucapan terimakasih saja” atau meninggalkan nya dengan konsekuensi dompet kita kosong, sementara dompet teman penuh sesak…
Atau pilihan melepas kepenatan dengan pergi ke panti pijat, dengan kalimat pemaaf, “cuma pijat aja kok, nggak macem macem”, atau pilihan ikut pergaulan dengan mencicipi minuman keras dengan alasan tuntutan pekerjaan atau memilih menghindarinya walau setetes pun dengan konsekuensi dicap aneh, gak gaul, atau radikal, atau pilihan ikut taruhan nonton bola atau taruhan di lapangan golf, dengan penekanan bahwa “ini bukan judi kok, ini sekedar taruhan demi pergaulan..”,
Semua nya adalah pilihan, ujian akan kadar keimanan kita, dan sejauh mana kita dapat mengedalikan hawa nafsu kita..
Allah SWT mengingatkan kita dalam Alquran Surat Alfurqon
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?. Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (Surat Al-Furqon 43-44)
Mari kita terus belajar dan berlatih, dan sekaligus juga mengajarkan pada anak anak kita, betapa penting nya mengendalikan hawa nafsu, dan semoga dengan demikian, kita dapat menggapai kesuksesan dalam hidup di dunia maupun di akherat, amin.
Semoga bermanfaat.
This post is also available in: English